Senin, 24 Maret 2014

Probem Based Learning


Definisi Problem BasedLearning (PBL)
Model pembelajaran Problem BasedLearning (PBL) merupakan suatu model pembelajaran yang melibatkan siswa untuk memecahkan masalah melalui tahap-tahap metode ilmiah sehingga siswa dapat mempelajari pengetahuan yang berhubungan dengan masalah tersebut dan sekaligus memiliki keterampilan untuk memecahkan masalah.

Problem BasedLearning atau pembelajaran berbasis masalah memiliki beberapa arti menurut para ahli, diantaranya :
1. Menurut Boud dan Felleti, (1997), Fogarty (1997) menyatakan bahwa model pembelajaran berbasis masalah adalah suatu pendekatan pembelajaran dengan membuat konfrontasi kepada pebelajar (siswa/mahasiswa) dengan masalah-masalah praktis, berbentuk ill-structured, atau openended melalui stimulus dalam belajar.
2. Menurut Arends (Nurhayati Abbas, 2000: 12) menyatakan bahwa model pembelajaran berbasis masalah adalah model pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran siswa pada masalah autentik, sehingga siswa dapat menyusun pengetahuannya sendiri, menumbuhkembangkan keterampilan yang lebih tinggi dan inquiri, memandirikan siswa, dan meningkatkan kepercayaan diri sendiri.
3. Menurut Ward (2002) dalam (Stepien, dkk, 1993) menyatakan bahwa model berbasis masalah adalah suatu model pembelajaran yang melibatkan siswa untuk memecahkan suatu masalah melalui tahap-tahap metode ilmiah sehingga siswa dapat mempelajari pengetahuan yang berhubungan dengan masalah tersebut dan sekaligus memiliki keterampilan untuk memecahkan masalah.
4. Ratnaningsih (2003) menyatakan bahwa pembelajaran berbasis masalah adalah suatu pembelajaran yang menuntut aktivitas mental siswa untuk memahami suatu konsep pembelajaran melalui situasi dan masalah yang disajikan pada awal pembelajaran.
Dari beberapa pengertian di atas, dapat dikatakan bahwa model pembelajaran PBL atau pembelajaran berbasis masalah merupakansuatu model pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata (masalah sehari-hari) sebagai suatu konteks bagi peserta didik untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran.Dengan kata lain, tujuan utama pembelajaran berbasis masalah adalah untuk menggali daya kreativitas siswa dalam berpikir dan memotivasi siswa untuk terus belajar.

Dalam proses PBL, sebelum pelajaran dimulai, siswa akan diberikan masalah-masalah. Masalah yang disajikan adalah masalah yang memiliki konteks dengan dunia nyata. Semakin dekat dengan dunia nyata, maka akan semakin baik pengaruhnya pada peningkatan kecakapan pada siswa. Dari masalah yang diberikan ini siswa bekerja sama dalam kelompok dan mencoba memecahkan masalah dengan kemampuan yang dimiliki dan sekaligus mencari informasi – informasi baru yang relevan untuk solusinya. Di sini tugas pendidik adalah sebagai fasilitator yang mengarahkan peserta didik dalam mencari dan menemukan solusi yang diperlukan.
Melalui pembelajaran semacam itu siswa akan merasa ditantang untuk mengajukan gagasan. Biasanya akan muncul berbagai gagasan dan siswa akan saling memberikan alasan dari gagasan yang diajukan. Dalam proses pembahasan, gagasan itu akan terjadi interaksi dan pemaduan gagasan yang pada akhirnya mengarah pada saling melengkapi. Siswa biasanya sangat senang karena merasa mampu memecahkan masalah yang diberikan.

Pembelajaran berbasis masalah membuat perubahan dalam proses pembelajaran khususnya dalam segi peranan guru. Guru tidak hanya berdiri di depan kelas dan berperan sebagai pemandu siswa dalam menyelesaikan permasalahan dengan memberikan langkah-langkah penyelesaian yang sudah jadi melainkan guru berkeliling kelas memfasilitasi diskusi, memberikan pertanyaan, dan membantu siswa untuk menjadi lebih sadar akan proses pembelajaran.

Menurut Departemen Pendidikan Nasional (2003), ciri utama pembelajaran berbasis masalah meliputi mengorientasikan siswa kepada masalah atau pertanyaan yang autentik. multidisiplin, menuntut kerja sama dalam penyelidikan, dan menghasilkan karya. Dalam pembelajaran berbasis masalah situasi atau masalah menjadi titik tolak pembelajaran untuk memahami konsep, prinsip dan mengembangkan keterampilan memecahkan masalah

2.2  Landasan Teori Pembelajaran Berbasis Masalah
a.    Teori Psikologi Kognitif
 Lima prinsip yang mendukung dikembangkannya PBL menurut Schmidt (1993) yaitu pengaktifan pengetahuan sebelumnya, elaborasi pengetahuan, pengkodean spesifitas atau restrukturisasi pengetahuan agar sesuai dengan masalah yang disajikan, keingintahuan epistemik, dan ketergantungan pada pembelajaran seara kontekstual.
Pengaktifan pengetahuan sebelumnya memerlukan penggunaan pengetahuan lama dalam memahami informasi baru. Karena pembelajaran pada dasarnya, memiliki ciri restrukturisasi, pengetahuan lama dan cara penyusunannya dalam memori jangka panjang akan mempengaruhi pembelajaran yang baru. Peserta didik diminta untuk menelaah kembali apa yang telah mereka ketahui tentang suatu masalah sebelum mengupayakan penyelesaiannya.
Elaborasi memiliki kelebihan dalam struktur memori dan kelebihan ini merupakan cara yang aman agar individu tidak lupa sekaligus menjadi alat bantu untuk mengingat dengan cepat. Rangsangan terjadi saat peserta didik merumuskan dan mengkritisi hipotesa mengenai masalah tertentu, mendiskusikan bukti terkait dengan peserta didik yang lain, dan menyajikan rangkuman informasi yang sudah ditelaah.
Pengkodean spesifitas terjadi karena situasi pembelajaran dibuat seolah seperti situasi itu  diterapkan di masa mendatang, peserta didik belajar isu tentang masalah klien yang akan mereka hadapi dalam praktik klinik saat mereka nanti bekerja.
Keingintahuan epistemik atau ketertarikan intrinsik merupakan sesuatu yang sebanding dengan pembelajaran berbasis masalah karena pelaksanaan diskusi kelompok dapat memperjelas sudut pandang seseorang jika dihadapkan dengan sudut pandang orang lain.
Ketergantungan pembelajaran secara kontekstual terjadi karena dengan PBL menerapkan secara prinsip, mengaktifkan pengetahuan dalam memori jangka panjang dan untuk membuat pengetahuan tersebut siap untuk digunakan bergantung pada petunjuk kontekstual. Dalam PBL, informasi dipelajari berkaitan dengan masalah yang umum dijumpai sehingga pengingatan informasi dapat berlangsung dengan cepat jika mahasiswa atau pembelajar tersebut dihadapkan pada masalah yang serupa di lingkkungan praktik.
b.    John Dewey dan Jerome Bruner
Pembelajaran berbasis masalah mencerminkan pandangan John Dewey yang menyatakan : ” Tidak ada hal di dalam filosofi pendidikan progresif yang lebih bermakna daripada penekannannya terhadap makna penting partisipasi peserta didik di dalam penyusunan tujuan yang mengarahkan kegiatannya di dalam proses pembelajaran.” Penekanan PBL pada analisis masalah sebelum mengumpulkan informasi pada aktifitas mandiri dipengaruhi oleh ide Bruner tentang motivasi intrinsik sebagai kekuatan pendorong individu untuk lebih banyak mempelajari dunia mereka. Pembelajaran akan berkembang jika peserta didik berpartisipasi aktif di dalam proses tersebut dan pembelajaran didasarkan pada sebuah masalah.
c.    Lev Vygotsky dengan Konstruktivisme
Konsep pokok konstruktivisme adalah ’pengetahuan disusun melalui aktivitas kognitif peserta didik dalam interaksi yang berkelanjutan dan partisipasinya  sebagai anggota di dalam komunitas sosialnya. Pembelajaran berlangsung melalui partisipasi aktif individu dalam interaksi sosial dengan individu lain yang lebih berpengetahuan sambil menjalankan aktifitas yang bermakna dan relevan. Peserta didik akan menerima bantuan dari interaksi yang diberikan interaksi yang dicirikan dengan aktifitas semacam pengarahan, percontohan, pertanyaan, dan pemberian umpan balik serta strukturisasi kognitif sampai mereka mampu melakukannya tanpa bantuan atau arahan. Pembelajaran harus dialihkan ke tingkat individual agar peserta didik dapat mengelolanya sendiri sehingga perpindahan ke tingkat yang lebih tinggi baik dalam segi kompetensi maupun independensi terpenuhi.
Teori PBL menurut konstruktivisme :
PBL juga menempatkan pembelajaran dalam konteks sosial. Peran pembimbing dan peserta didik dalam PBL sebanding dengan paradigma ahli konstruktivisme, yaitu bahwa individu yang lebih berpengetahuan dan berkemampuan membantu tetapi tidak mendominasi aktifitas dan pengalaman peserta didik. Dalam PBL setiap peserta didik bertanggungjawab terhadap pembelajarannya sendiri, dan pembimbing serta peserta didik yang  lain bertanggungjawab untuk saling membantu mencapai pembelajaran yang optimal. Pembimbing memiliki tanggung jawab tambahan untuk  memberi tugas dan struktur sasaran yang jelas serta memfasilitasi proses pembelajaran melalui konsultasi, membantu pelaksanaan interaksi kolaboratif, dan memberi umpan balik untuk partisipan.


2.3  Tahapan Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL)
Arends (2004) merinci langkah-langkah pelaksanaan PBL dalam pengajaran. Terdapat 5 fase (tahap) yang perlu dilakukan untuk mengimplementasikan PBL. Secara singkat kelima tahapan pembelajaran berbasis masalah  (PBL) akan dijelaskan seperti pada tabel berikut ini.

Tahapan
Tingkah Laku Guru
Tahap 1 : Orientasi siswa pada masalah
-     Menjelaskan tujuan pembelajaran
-     Menciptakan suasana kelas yang memungkinkan terjadi pertukaran ide yang terbuka
-     Mengarahkan pada pertanyaan atau masalah
Tahap 2 : Mengorganisasikan siswa  untuk belajar
-     Membantu siswa menemukan konsep berdasarkan masalah
-     Mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut
Tahap 3 : Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok
Mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah, membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas – tugas belajar yang berkaitan dengan masalah
Tahap 4: Mengembangkan dan menyajikan hasil karya/tugas
Membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya/tugas yang sesuai seperti laporan, video dan model serta membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya.
Tahap 5 : Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
-       Membantu siswa mengkaji ulang hasil pemecahan masalah
-       Memotivasi siswa untuk terlibat dalam pemecahan masalah
-       Mengevaluasi materi
Penjelasan tiap – tiap langkah PBL
Fase 1: Mengorientasikan Siswa pada Masalah
Pembelajaran dimulai dengan menjelaskan tujuan pembelajaran dan aktivitas-aktivitas yang akan dilakukan. Guru menyajikan masalah secara hati-hati dengan prosedur yang jelas, masalah disampaikan semenarik mungkin. Sajian masalah tersebut diharapkan dapat menggugah minat siswa dan menimbulkan keinginan untuk memecahkan masalah tersebut.
Dalam penggunaan PBL, tahapan ini sangat penting dimana guru harus menjelaskan dengan rinci apa yang harus dilakukan oleh siswa dan juga oleh guru. Disamping proses yang akan berlangsung, sangat penting juga dijelaskan bagaimana guru akan mengevaluasi proses pembelajaran. Hal ini sangat penting untuk memberikan motivasi agar siswa dapat sungguh – sungguh  dalam pembelajaran yang akan dilakukan.
Fase 2: Mengorganisasikan Siswa untuk Belajar
Disamping mengembangkan keterampilan memecahkan masalah, pembelajaran PBL juga mendorong siswa belajar berkolaborasi. Pemecahan suatu masalah sangat membutuhkan kerjasama dan sharing antar anggota. Oleh sebab itu, guru dapat memulai kegiatan pembelajaran dengan membentuk kelompok –kelompok siswa dimana masing-masing kelompok akan memilih dan memecahkan masalah yang berbeda. Prinsip – prinsip pengelompokan siswa dalam pembelajaran kooperatif dapat digunakan dalam konteks ini seperti: kelompok harus heterogen, pentingnya interaksi antar anggota, komunikasi yang efektif, adanya tutor sebaya, dan sebagainya. Guru sangat penting memonitor dan mengevaluasi kerja masing – masing kelompok untuk menjaga kinerja dan dinamika kelompok selama pembelajaran.
Setelah siswa diorientasikan pada suatu masalah dan telah membentuk kelompok, selanjutnya guru dan siswa menetapkan subtopik – subtopik yang spesifik, tugas-tugas penyelidikan, mengajukan hipotesis dari permasalahan yang terjadi. Dalam tahap ini guru membantu siswa dalam merencanakan dan mengatur waktu untuk melakukan penyelidikan, diskusi serta mengembangkan dan menyajikan hasil karya. Tantangan utama bagi guru pada tahap ini adalah mengupayakan agar semua siswa aktif terlibat dalam sejumlah kegiatan penyelidikan dan hasil-hasil penyelidikan ini dapat menghasilkan penyelesaian terhadap permasalahan tersebut.
Fase 3: Membantu penyelidikan mandiri dan kelompok
Penyelidikan adalah inti dari PBL. Meskipun setiap situasi permasalahan memerlukan teknik penyelidikan yang berbeda, namun pada umumnya tentu melibatkan karakter yang identik, yakni pengumpulan data dan eksperimen, berhipotesis dan penjelasan, dan memberikan pemecahan masalah. Pengumpulan data dan eksperimentasi merupakan aspek yang sangat penting. Pada tahap ini, guru harus mendorong siswa untuk mengumpulkan data dan melaksanakan eksperimen (mental maupun aktual) sampai mereka betul-betul memahami dimensi permasalahan. Tujuannya adalah agar siswa mengumpulkan cukup informasi untuk menciptakan dan membangun ide mereka sendiri. Pada fase ini seharusnya lebih dari sekedar membaca tentang masalah – masalah dalam buku – buku. Guru membantu siswa untuk mengumpulkan informasi sebanyak – banyaknya dari berbagai sumber, dan ia seharusnya mengajukan pertanyaan pada siswa untuk berpikir tentang masalah dan ragam informasi yang dibutuhkan untuk sampai pada pemecahan masalah yang dapat dipertahankan. Selama tahap penyelidikan, guru menyediakan bantuan yang dibutuhkan tanpa menunggu dan mengingatkan tugas-tugas yang harus mereka selesaikan. Bantuan guru dapat berupa memberikan bimbingan apabila siswa menemukan kesulitan, menyediakan bahan ajar, dan menyediakan alat dan bahan percobaan.
Fase 4: Mengembangkan dan menyajikan hasil karya/tugas
Pada tahap penyelidikan diikuti dengan menciptakan hasil karya dan menyajikannya. Hasil karyatidak hanya berupa laporan tertulis, namun bisa suatu videotape, model (perwujudan secara fisik dari situasi masalah dan pemecahannya), program komputer, dan sajian multimedia, dan poster. Pengembangan hasil karya ini tentunya sangat dipengaruhi tingkat berpikir siswa. Langkah selanjutnya adalah menyajikan hasil karyanya. Guru memberikan kesempatan masing-masing kelompok untuk menyajikan hasil karya yang digarapkan dapat mewakili penyelesaian dan penjelasan dari masalah yang sedang dipelajari.
Fase 5: Analisis dan evaluasi proses pemecahan masalah
Fase ini merupakan tahap akhir dalam PBL. Fase ini dimaksudkan untuk membantu siswa menganalisis dan mengevaluasi proses mereka sendiri dan keterampilan penyelidikan dan intelektual yang mereka gunakan. Selama fase ini guru meminta siswa untuk merekonstruksi pemikiran dan aktivitas yang telah dilakukan selama proses kegiatan belajarnya. Kapan mereka pertama kali memperoleh pemahaman yang jelas tentang situasi masalah, kapan mereka yakin dalam pemecahan tertentu, mengapa mereka dapat menerima penjelasan lebih siap dibanding yang lain, mengapa mereka menolak beberapa penjelasan, mengapa mereka mengadopsi pemecahan akhir dari mereka, apakah mereka berubah pikiran tentang situasi masalah ketika penyelidikan berlangsung, apa penyebab perubahan itu, apakah mereka akan melakukan secara berbeda di waktu yang akan datang, dan lain sebagainya. Tentunya masih banyak lagi pertanyaan yang dapat diajukan untuk memberikan umpan balik dan menginvestigasi kelemahan dan kekuatan PBL untuk pengajaran.


2.4 Implementasi Model Pembelajaran Problem Based Learning dalam Pembelajaran Kimia
Implentasi model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dalam pelajaran kimia dapat dicontohkan pada materi Larutan Elektrolit dan Non-Elektrolit.
Guru mengapersepsi siswa dengan bertanya kepada siswa: ” sebelumnya kita sudah belajar tentang larutan, nah apa yang dimaksud dengan larutan?  pernahkah kalian melihat  larutan yang dapat menghantarkan arus listrik ? dan sebelumnya siswa ibu pastinya sudah mengerti benda apa saja yang dapat menghantarkan arus listrik, nah coba kalian sebutkan larutan apa saja yang kalian temui dalam kehidupan sehari-hari yang bersifat menghantarkan listrik dan tidak menghantarkan listrik???
Guru memotivasi siswa dengan mengajukan beberapa pertanyaan, agar tertarik dengan materi yang akan diajarkan. “ Apakah kalian pernah melihat seseorang yang memancing ikan dengan menggunakan arus listrik di perairan? Apakah yang terjadi jika kalian atau orang lain memancing ikan dengan menggunakan pancing atau alat lainnya dengan mengalirkan arus listrik ? berbahaya bukan? Nah Mengapa ikan yang terdapat didalam air dapat tersengat oleh aliran listrik dengan mudah?
Kemudian guru menegaskan atau memberi penguatan, “memancing ikan menggunakan pancing yang dialiri  arus listrik  merupakan hal yang dapat membahayakan ekosistem perairan maupun pemancing tersebut, karena air merupakan suatu zat yang  sangat mudah menghantarkan arus listrik, apa lagi air laut, air laut itu merupakan larutan yang mengandung garam.”
Selanjutnya guru Menyampaikan tujuan pembelajaran  dan memberikan materi pelajaran secara singkat mengenai larutan elektrolit dan non elektrolit.  “Nah sekarang kita akan belajar larutan yang dapat menghantarkan arus listrik dan tidak menghantarkan arus listrik, larutan yang dapat menghantarkan arus listrik itu dinamakan larutan elektrolit dan sebaliknya dinamakan larutan non elektrolit. Jadi semua siswa ibu harus bisa mengidentifikasi sifat-sifat larutan elektrolit dan non elektrolit”
Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok untuk melakukan percobaan dan membagikan format laporan sementara untuk dilengkapi datanya sesuai percobaan. “Nah untuk dapat mengidentifikasi sifat-sifat larutan elektrolit dan non elektrolit kita melakukan percobaan dengan menggunakan larutan yang ada di sekitar kita (larutan gula, larutan garam, larutan asam cuka dan larutan NaOH).”
 Guru dapat memperlihatkan animasi virtual lab mengenai larutan elektrolit dan non elektrolit untuk memberikan penguatan materi kepada siswa sebelum melaksanakan percobaan.Kemudian guru membimbing siswa untuk melakukan percobaan. Setelah itu masing-masing kelompok menyampaikan hasil praktikum secara mandiri dan bertanggungjawab. Kemudian Siswa dengan bimbingan guru membahas data hasil pengamatan dengan mengadakan tanya jawab kembali. Mungkin guru memberikan pertanyaan, “Bagaimana larutan elektrolit atau zat elektrolit dapat menghantarkan arus listrik???”
Jawabannya:  Menurut Arrhenius bahwa dalam larutan elektrolit yang berperan menghantarkan arus listrik adalah partikel-partikel bermutan (ion) yang bergerak bebas didalam larutan. Contohnnya bila Kristal NaCl dilarutkan dalam air, maka oleh pengaruh air NaCl terdissosiasi menjadi ion positif Na+ (kation) dan ion Cl- (anion) yang bebas bergerak. Ion-ion inilah yang menghantarkan arus listrik  dalam larutan elektrolit melalui kedua ujung kawat (kutub electrode) pada alat uji elekrolit.
Dari pengamatan tersebut diketahui bahwa ion-ion positif bergerak menuju ke kutub negative dan ion-ion negatif bergerak ke kutub positif, jadi dapat disimpulkan bahwa suatu zat dapat menjadi elektrolit bila didalam larutannya zat tersebut terurai menjadi ion-ion yang bebas bergerak
Guru memberikan penguatan tentang perbedaan larutan elektrolit dan nonelektrolit serta memberikan catatan-catatan penting mengenai materi pokok yang harus dikuasai siswa. Guru dan siswa bersama-sama menyimpulkan hasil kegiatan pembelajaran.
Tabel  Perbandingan sifat-sifat larutan elektrolit dan larutan non elektrolit
Larutan Elektrolit
Larutan non elektrolit
1.      Dapat menghantarkan listrik
1. Tidak dapat menghantarkan listrik
1.      Terjadi proses ionisasi
(terurai menjadi ion-ion)
2. Tidak terjadi proses ionisasi
1.      Lampu dapat menyala terang atau redup dan ada gelembung gas
3. Lampu tidak menyala dan tidak ada
Contoh:Garam dapur (NaCl),
Cuka dapur (CH3COOH)
Air accu (H2SO4)
Garam magnesium (MgCl2)
Contoh:
Larutan gula (C12H22O11)
Larutan urea (CO NH2)2
Larutan alkohol C2H5OH (etanol)
Larutan glukosa (C6H12O6)

Dan pada tahap terakhir Guru merencanakan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk program pengayaan (ujian) atau memberikan tugas baik tu­gas individual maupun kelompok sesuai dengan hasil belajar peserta didik.

Arends, R.I. 2004. Learningtoteach. SevenEdition. New York :McGraw-HillCompaniesInc
Bahri, Syaiful, dan AswanZain. 2006. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Rineka Cipta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar