2.1 Sejarah
Kontruktivisme
Konstruktivis lahir
dari gagasan Piaget dan Vigotsky dimana keduanya menekankan bahwa perubahan
kognitif hanya terjadi jika konsepsi-konsepsi yang telah dipahami sebelumnya
diolah melalui suatu proses ketidakseimbangan dalam memahami
informasi-informasi baru.
Pembelajaran sosial
ide-ide konstruktivis modern banyak berlandaskan pada teori Vygotsky. Menurut
Karpov dan Bransford dalam Slavin (2000) yang digunkakan dalam menunjang metode
pengajaran yang menekankan pada pembelajaran kooperatif, pembelajaran berbasis
proyek dan penemuan.
Empat kunci yang
diturunkan dari teori ini adalah pertama, penekanannya pada hakikat sosial dari
pembelajaran yaitu siswa belajar melalui interaksi dengan orang dewasa dan
teman sebaya yang lebih mampu. Kedua, zona perkembangan terdekat atau zone
of proximal development yaitu bahwa siswa belajar konsep paling baik apabila
konsep itu berada dalam zona perkembangan terdekat mereka. ketiga, pemagangan
kognitif atau cognitife apprenticeship yaitu proses dimana
seseorang tahap demi tahap berkesepakatan dalam belajar dengan seseorang apakah
seorang yang dewasa atau teman sebaya yang lebih tinggi. Dan yang keempat
adalahscaffolding atau mediated learning yaitu
siswa seharusnya diberikan tugas-tugas kompleks sulit, dan realistic dan
kemudian diberikan bantuan secukupnya untuk menyelesaikan tugasnya .
TOKOH PELOPOR KONSTRUKTIVISME
Teori pembelajaran konstruktivisme memiliki dasar teori kognitif
dengan penekanan diberikan pada bagaimana struktur kognitif membangun dan
mengorganisasi pengetahuan. Ada dua tokoh penting yang mempelopori teori dasar
konstruktivisme ini yaitu Jean Piaget dan Lev Vygotsky. Teori yang dikemukakan
oleh Jean Piaget disebut konstruktivisme psikologi / individu / kognitif,
sedangkan teori yang dipelopori oleh Lev Vygotskynialah konstruktivisme sosial.
TEORI
KONSTRUKTIVISME PIAGET: PSIKOLOGI/INDIVIDU/KOGNITIF
Biodata
JEAN PIAGET (1896-1980)
|
·
Lahir di Neuchâtel, Switzerland, pada 9 agustus 1896.
·
Bapanya, Arthur Piaget, seorang profesor dalam kesusateraan
zaman pertengahan dan mempunyai
minat yang mendalam tentang sejarah.
·
Ibunya, Rebecca Jackson, seorang yang sangat pandai
·
Jean Piaget merupakan anak sulung dalam keluarga dan bakatnya
mula dilihat ketika beumur 10 tahun.
·
Merupakan ahli psikologi switzerland yang terkenal
·
Meninggal pada tahun 1980.
Piaget merupakan salah
seorang tokoh yang terkenal dengan teori perkembangan kognitif dan bagaimana
manusia membina pengetahuan. Menurut Piaget, keupayaan mengurus maklumat dan
pengetahuan berlaku secara berperingkat. Proses membina pengetahuan juga
berlaku mengikut peringkat yang bermula dengan pengetahuan sedia ada dalam
struktur kognitif. struktur asas dalam organiasasi mental ini dinamakan skema.
Justeru, pengetahuan sedia ada yang yang menjadi asas tingkah laku ialah skema.
Pengetahuan dibina apabila maklumat baru diserap masuk atau disesuaikan dalam
struktur kognitif melalui proses adaptasi. Proses adaptasi merujuk
kepada proses menyesuaikan dan menerima maklumat baru dalam struktur kognitif
untuk mendapatkan keseimbangan antara skema dengan persekitaran. Ini dinamakan EQUILIBRASI.
PROSES-PROSES ADAPTASI
Terdapat dua proses
iaitu;
· ASIMILASI
· AKOMODASI
1.Asimilasi
· Merupakan satu proses
dimana apabila maklumat baharu tidak mempunyai ciri-ciri persamaan dengan
maklumat sedia ada dalam skema, maklumat tersebut akan dapat diserapdengan
mudah ke dalam struktur kognitif. Ini menyebabkan keseimbangan (equilibrasi)
berlaku.
2.Akomodasi
· Merupakan satu proses
dimana apabila maklumat baharu tidak mempunyai ciri-ciri persamaan dengan maklumat
dalam skema, akan berlaku ganggu-gugat atau ketidakseimbangan dalam struktur
kognitif. Proses ini dinamakan disequilibrasi. maklumat baru tersebut tidak
dapat diserap masuk. Maklumat akan terawang-awang sehingga skema berubah.
Apabila skema berubah, melalui pembacaan, perbincangan atau seumpanya, maklumat
baharu akan diserap masuk. Dengan itu, struktur kognitif akan mencapai
equilibrasi.
Kedua proses asimilasi
dan akomodasi terjadi sepanjang hayat individu dalam proses penyesuaian diri
dengan lingkungan. Dengan proses adaptasi yang semakin komlpeks, skema ini akan
menjadi lebih kompleks. Skema yang semakin kompleks ini akan membentuk struktur
kognitif. Struktur kognitif akan melalui proses organisasi secara hierarki dan dari
susunan umum ke khusus.
Singkatnya, melalui proses adaptasi, yaitu asimilasi dan akomodasi, informasi
dalam struktur kognitif selalu diorganisasi dengan baik untuk disimpan dan
digunakan jika diperlukan. Melalui proses inilah, konstruksi pengetahuan selalu
dibuat sepanjang hayat individu. TEORI KONSTRUKTIVISME VYGOTSKY: SOSIAL
Biodata
LEV VYGOTSKY (1896-1934)
|
• Lahir pada 1896 di Belarusia, Rusia
• Vygotsky banyak terlibat dalalm mengkaji perkembangan kognitif
di Institute of Psychology di Moskow.
• Merupakan psikolog Rusia yang terkenal.
• Meninggal pada 1934.
• Klik link ini
Teori perkembangan kognitif Vygotsy merupakan dasar teori
ini. Menurut Vygotsky, perkembangan konsep anak berkembang sistematis, logika
dan rasional dengan bantuan dan bimbingan orang lain. Jadi teori
konstruktivisme sosial ini berperan utama dalam pembelajaran dalam konteks
sosio-budaya.
Dalam konteks sosial, individu berbagi dan saling membangun
pengetahuan baru. keterlibatan dengan orang lain memberi kesempatan kepada
siswa untuk mengevaluasi dan meningkatkan pengetahuan diri.
1.
Pandangan Konstruktivisme Sosial
2.
Pelajar memiliki keunikan karena berbeda latar belakangnya.
3.
Latar belakang, pengalaman, interaksi dan budaya masyarakat
sangat mempengaruhi pembelajaran individu.
4.
Pelajar bertanggung jawab terhadap konstruksi pengetahuan
sendiri.
5.
Pengalaman sukses dan keyakinan diri mempengaruhi motivasi untuk
belajar.
6.
Guru sebagai fasilitator.
7.
Pembelajaran terjadi dalam situasi sosial dan akif.
8.
Kolaborasi antara guru, siswa dan bahan pengajaran penting dalam
pembelajaran.
9.
Pembelajaran berbasis konteks penting dalam memfasilitasi siswa.
10. Zona Perkembangan
Terdekat
ZPD mengacu pada tugas pembelajaran yang sulit dilakukan
sendiri oleh siswa, tetapi dapat menguasainya debgan bimbingan orang lain yang
lebih mahir.Sekiranya siswa dapat melakukannya sendiri, isi pelajaran tersebut
berada di zona bawah. Sebaliknya jika siswa dapat menguasai tugas dengam
bimbingan orang lain, tugas tersebut berada dalam ZPD.
Menurut teori Vygotsky, Zona Perkembangan Proksimal
merupakan pembagian antara perkembangan nyata dan perkembangan potensi, dimana
antara apakah seorang anak dapat melakukan sesuatu tanpa bantuan orang dewasa
dan apakah seorang anak dapat melakukan sesuatu dengan arahan orang dewasa atau
kerjasama dengan teman sebaya.
ZON PERKEMBANGAN TERDEKAT
Pada pandangan yang lain,
Vygotsky mencari pengertian bagaimana anak-anak berkembang dengan melalui
proses belajar, dimana fungsi-fungsi kognitif belum matang, tetapi masih dalam
proses pematangan. Vygotsky membedakan antara perkembangan nyata dan
perkembangan potensi pada anak. Perkembangan sebenarnya ditentukan apakah
seorang anak dapat melakukan sesuatu tanpa bantuan orang dewasa atau guru.
Sedangkan perkembangan potensi membedakan apakah seorang anak dapat melakukan
sesuatu, menyelesaikankan masalah dengan bantuan orang dewasa atau kerjasama
dengan teman sebaya.
teknik Scaffolding
Menurut Haliza Hamzah
dan Joy N.Samuel (2010), konsep ini mengacu pada bimbingan yang diberikan oleh
seorang dewasa dalam proses pengajaran dan pembelajaran melalui
pertanyaan-pertanyaan dan interaksi yang bersifat positif.
Bimbingan
diberikan kepada siswa dalam mempelajari keterampilan baru, namun bimbingan
yang diberi dikurangi sehingga siswa dapat menguasai sesuatu keterampilan.
Percakapan dan interaksi adalah alat yang penting saat proses perancah.
Percakapan akan membantu siswa menyusun konsep-konsep baru secara lebih
sistematis.
Secara khusus Vygotsky mengemukakan bahwa disamping guru, rekan sebaya juga
memberikan pengaruh penting pada perkembangan kognitif anak berlawanan dengan
pembelajaran lewat penemuan individu (individual discovery learning), kerja
kelompok secara kooperatif (cooperative groupwork) yang mempercepat
perkembangan anak. Singkatnya, teknik ini:
• Digunakan untuk siswa menguasai isi pelajaran dalam ZPD
• Proses membimbing dan membantu.
• Menurut penguasaan murid dan berubah sesuai tingkat
Antara cara dalam teknik ini adalah penjelasan verbal, tanya
jawab, promting, cueing dan sinyal lain
2.2 Pengertian Dan Ruang Lingkup Teori Konstruktivisme
Teori Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang
bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang
dipelajari. Konstruktivisme sebenarnya bukan merupakan gagasan yang baru, apa
yang dilalui dalam kehidupan kita selama ini merupakan himpunan dan pembinaan
pengalaman demi pengalaman. Ini menyebabkan seseorang mempunyai pengetahuan dan
menjadi lebih dinamis. Pendekatan konstruktivisme mempunyai beberapa konsep
umum seperti:
1. Pelajar aktif membina
pengetahuan berasaskan pengalaman yang sudah ada.
2. Dalam konteks
pembelajaran, pelajar seharusnya membina sendiri pengetahuan mereka.
3. Pentingnya membina pengetahuan
secara aktif oleh pelajar sendiri melalui proses saling mempengaruhi antara
pembelajaran terdahulu dengan pembelajaran terbaru.
4. Unsur terpenting dalam
teori ini ialah seseorang membina pengetahuan dirinya secara aktif dengan cara
membandingkan informasi baru dengan pemahamannya yang sudah ada.
5. Ketidakseimbangan
merupakan faktor motivasi pembelajaran yang utama. Faktor ini berlaku apabila
seorang pelajar menyadari gagasan-gagasannya tidak konsisten atau sesuai dengan
pengetahuan ilmiah.
6. Bahan pengajaran yang
disediakan perlu mempunyai perkaitan dengan pengalaman pelajar untuk menarik
minat pelajar.
Salah satu teori atau pandangan yang sangat terkenal berkaitan
dengan teori belajar konstruktivisme adalah teori perkembangan mental Piaget.
Teori ini biasa juga disebut teori perkembangan intelektual atau teori
perkembangan kognitif. Teori belajar tersebut berkenaan dengan kesiapan anak
untuk belajar, yang dikemas dalam tahap perkembangan intelektual dari lahir
hingga dewasa. Setiap tahap perkembangan intelektual yang dimaksud dilengkapi
dengan ciri-ciri tertentu dalam mengkonstruksi ilmu pengetahuan. Misalnya, pada
tahap sensori motor anak berpikir melalui gerakan atau perbuatan (Ruseffendi,
1988: 132).
Menurut Wheatley (1991:
12) berpendapat dengan mengajukan dua prinsip utama dalam pembelajaran dengan
teori belajar konstrukltivisme. Pertama, pengetahuan tidak dapat diperoleh
secara pasif, tetapi secara aktif oleh struktur kognitif siswa. Kedua, fungsi
kognisi bersifat adaptif dan membantu pengorganisasian melalui pengalaman nyata
yang dimiliki anak.
Dari pengertian di atas
menekankan bagaimana pentingnya keterlibatan anak secara aktif dalam proses
pengaitan sejumlah gagasan dan pengkonstruksian ilmu pengetahuan melalui
lingkungannya. Bahkan secara spesifik Hudoyo (1990: 4) mengatakan bahwa
seseorang akan lebih mudah mempelajari sesuatu bila belajar itu didasari kepada
apa yang telah diketahui orang lain. Oleh karena itu, untuk mempelajari suatu
materi yang baru, pengalaman belajar yang lalu dari seseorang akan
mempengaruhi terjadinya proses belajar tersebut.
Selain penekanan dan
tahap-tahap tertentu yang perlu diperhatikan dalam teori belajar
konstruktivisme, Hanbury (1996: 3) mengemukakan sejumlah aspek dalam kaitannya
dengan pembelajaran, yaitu (1) siswa mengkonstruksi pengetahuan dengan cara
mengintegrasikan ide yang mereka miliki, (2) pembelajaran menjadi lebih
bermakna karena siswa mengerti, (3) strategi siswa lebih bernilai, dan (4)
siswa mempunyai kesempatan untuk berdiskusi dan saling bertukar pengalaman dan
ilmu pengetahuan dengan temannya.
b. Tujuan Teori
Konstruktivisme di Kelas
ü Adanya motivasi untuk
siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa itu sendiri.
ü Mengembangkan kemampuan
siswa untuk mengejukan pertanyaan dan mencari sendiri
pertanyaannya.
ü Membantu siswa untuk
mengembangkan pengertian dan pemahaman konsep secara lengkap.
ü Mengembangkan kemampuan
siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri.
ü Lebih menekankan pada
proses belajar bagaimana belajar itu.
c. Ciri-ciri Pembelajaran
Konstruktivisme
Ada sejumlah ciri-ciri proses pembelajaran yang sangat ditekankan oleh teori konstruktivisme, yaitu:
- Menekankan pada proses belajar, bukan proses mengajar
- Mendorong terjadinya kemandirian dan inisiatif belajara pada siswa
- Memandang siswa sebagai pencipta kemauan dan tujuan yang ingin dicapai
- Berpandangan bahwa belajar merupakan suatu proses, bukan menekan pada hasil
- Mendorong siswa untuk melakukan penyelidikan
- Mengharagai peranan pengalaman kritis dalam belajar
- Mendorong berkembangnya rasa ingin tahu secara alami pada siswa
- Penilaian belajar lebih menekankan pada kinerja dan pemahaman siswa
- Berdasarkan proses belajarnya pada prinsip-prinsip toeri kognitif
- Banyak menggunakan terminologi kognitif untuk menjelaskan proses pembelajaran, seperti prediksi, infernsi, kreasi, dan analisis
- Menekankan bagaimana siswa belajar
- Mendorong siswa untuk berpartisipasi aktif dalam dialog atau diskusi dengan siswa lain dan guru
- Sangat mendukung terjadinya belajar kooperatif
- Melibatkan siswa dalam situasi dunia nyata
- Menekankan pentingnya konteks siswa dalam belajar
- Memperhatikan keyakinan dan sikap siswa dalam belajar
17. Memberikan kesempatan
kepada siswa untuk membangun pengetahuan dan pemahaman baru yang didasarkan pada
pengalaman nyata
2.3 perinsip-perinsip kontruktivisme
Secara
garis besar, prinsip-prinsip Konstruktivisme yang diterapkan dalam belajar
mengajar adalah:
1. Pengetahuan dibangun oleh siswa
sendiri.
2. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan
dari guru kemurid, kecuali hanya dengan keaktifan murid sendiri untuk menalar.
3. Murid aktif megkontruksi secara terus
menerus, sehingga selalu terjadi perubahan konsep ilmiah.
4. Guru sekedar membantu menyediakan
saran dan situasi agar proses kontruksi berjalan lancar.
5. Menghadapi masalah yang relevan dengan
siswa.
6. Struktur pembalajaran seputar konsep
utama pentingnya sebuah pertanyaan.
7. Mmencari dan menilai pendapat siswa.
8. Menyesuaikan kurikulum untuk
menanggapi anggapan siswa.
Dari
semua itu hanya ada satu prinsip yang paling penting adalah guru tidak boleh
hanya semata-mata memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun
pengetahuan didalam benaknya sendiri. Seorang guru dapat membantu proses ini
dengan cara-cara mengajar yang membuat informasi menjadi sangat bermakna dan
sangat relevan bagi siswa, dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk
menemukan atau menerapkan sendiri ide-ide dan dengan mengajak siswa agar
menyadari dan menggunakan strategi-strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru
dapat memberikan tangga kepada siswa yang mana tangga itu nantinya dimaksudkan
dapat membantu mereka mencapai tingkat penemuan.
2.4 Hakikat anak menurut pandangan belajar teori
Konstruktivistik
Salah
satu teori atau pandangan yang sangat terkenal berkaitan dengan teori belajar
konstruktivisme adalah teori perkembangan mental Piaget. Teori ini biasa juga
disebut teori perkembangan intelektual atau teori perkembangan kognitif. Teori
belajar tersebut berkenaan dengan kesiapan anak untuk belajar, yang dikemas
dalam tahap perkembangan intelektual dari lahir hingga dewasa. Setiap tahap
perkembangan intelektual yang dimaksud dilengkapi dengan ciri-ciri tertentu
dalam mengkonstruksi ilmu pengetahuan. Misalnya, pada tahap sensori motor anak
berpikir melalui gerakan atau perbuatan (Ruseffendi, 1988: 132).
Selanjutnya,
Piaget yang dikenal sebagai konstruktivis pertama (Dahar, 1989: 159) menegaskan
bahwa pengetahuan tersebut dibangun dalam pikiran anak melalui asimilasi dan
akomodasi. Asimilasi adalah penyerapan informasi baru dalam pikiran. Sedangkan,
akomodasi adalah menyusun kembali struktur pikiran karena adanya informasi
baru, sehingga informasi tersebut mempunyai tempat (Ruseffendi 1988: 133). Pengertian
tentang akomodasi yang lain adalah proses mental yang meliputi pembentukan
skema baru yang cocok dengan ransangan baru atau memodifikasi skema yang sudah
ada sehingga cocok dengan rangsangan itu (Suparno, 1996: 7).
Lebih
jauh Piaget mengemukakan bahwa pengetahuan tidak diperoleh secara pasif oleh
seseorang, melainkan melalui tindakan. Bahkan, perkembangan kognitif anak
bergantung pada seberapa jauh mereka aktif memanipulasi dan berinteraksi dengan
lingkungannya. Sedangkan, perkembangan kognitif itu sendiri merupakan proses
berkesinambungan tentang keadaan ketidak-seimbangan dan keadaan keseimbangan
(Poedjiadi, 1999: 61).
Dari
pandangan Piaget tentang tahap perkembangan kognitif anak dapat dipahami bahwa
pada tahap tertentu cara maupun kemampuan anak mengkonstruksi ilmu berbeda-beda
berdasarkan kematangan intelektual anak.
Berkaitan
dengan anak dan lingkungan belajarnya menurut pandangan konstruktivisme, Driver
dan Bell (dalam Susan, Marilyn dan Tony, 1995: 222) mengajukan karakteristik
sebagai berikut: (1) siswa tidak dipandang sebagai sesuatu yang pasif melainkan
memiliki tujuan, (2) belajar mempertimbangkan seoptimal mungkin proses
keterlibatan siswa, (3) pengetahuan bukan sesuatu yang datang dari luar
melainkan dikonstruksi secara personal, (4) pembelajaran bukanlah transmisi
pengetahuan, melainkan melibatkan pengaturan situasi kelas, (5) kurikulum
bukanlah sekedar dipelajari, melainkan seperangkat pembelajaran, materi, dan
sumber.
Pandangan
tentang anak dari kalangan konstruktivistik yang lebih mutakhir yang
dikembangkan dari teori belajar kognitif Piaget menyatakan bahwa ilmu
pengetahuan dibangun dalam pikiran seorang anak dengan kegiatan asimilasi dan
akomodasi sesuai dengan skemata yang dimilikinya. Belajar merupakan proses
aktif untuk mengembangkan skemata sehingga pengetahuan terkait bagaikan jaring
laba-laba dan bukan sekedar tersusun secara hirarkis (Hudoyo, 1998: 5).
Dari
pengertian di atas, dapat dipahami bahwa belajar adalah suatu aktivitas yang
berlangsung secara interaktif antara faktor intern pada diri pebelajar dengan
faktor ekstern atau lingkungan, sehingga melahirkan perubahan tingkah laku.
Berbeda
dengan kontruktivisme kognitif ala Piaget, konstruktivisme sosial yang
dikembangkan oleh Vigotsky adalah bahwa belajar bagi anak dilakukan dalam
interaksi dengan lingkungan sosial maupun fisik. Penemuan atau discovery dalam
belajar lebih mudah diperoleh dalam konteks sosial budaya seseorang (Poedjiadi,
1999: 62). Dalam penjelasan lain Tanjung (1998: 7) mengatakan bahwa inti
konstruktivis Vigotsky adalah interaksi antara aspek internal dan ekternal yang
penekanannya pada lingkungan sosial dalam belajar.
Adapun
implikasi dari teori belajar konstruktivisme dalam pendidikan anak (Poedjiadi,
1999: 63) adalah sebagai berikut: (1) tujuan pendidikan menurut teori belajar
konstruktivisme adalah menghasilkan individu atau anak yang memiliki kemampuan
berfikir untuk menyelesaikan setiap persoalan yang dihadapi, (2) kurikulum
dirancang sedemikian rupa sehingga terjadi situasi yang memungkinkan
pengetahuan dan keterampilan dapat dikonstruksi oleh peserta didik. Selain itu,
latihan memcahkan masalah seringkali dilakukan melalui belajar kelompok dengan
menganalisis masalah dalam kehidupan sehari-hari dan (3) peserta didik
diharapkan selalu aktif dan dapat menemukan cara belajar yang sesuai bagi
dirinya. Guru hanyalah berfungsi sebagai mediator, fasilitor, dan teman yang
membuat situasi yang kondusif untuk terjadinya konstruksi pengetahuan pada diri
peserta didik.
e. Kelebihan dan Kelemahan Teori Konstrutivisme
v Kelebihan
1. Berfikir alam proses
membina pengetahuan baru, murid berfikir untuk menyelesaikan masalah, menjana
idea dan membuat keputusan.
2. Faham :Oleh kerana murid
terlibat secara langsung dalam mebina pengetahuan baru, mereka akan lebih faham
dan boleh mengapliksikannya dalam semua situasi.
3. Ingat :Oleh kerana murid
terlibat secara langsung dengan aktif, mereka akan ingat lebih lama semua
konsep. Yakin Murid melalui pendekatan ini membina sendiri kefahaman mereka. Justeru
mereka lebih yakin menghadapi dan menyelesaikan masalah dalam situasi baru.
4. Kemahiran sosial
:Kemahiran sosial diperolehi apabila berinteraksi dengan rakan dan guru dalam
membina pengetahuan baru.
5. Seronok :Oleh kerana
mereka terlibat secara terus, mereka faham, ingat, yakin dan berinteraksi
dengan sihat, maka mereka akan berasa seronok belajar dalam membina pengetahuan
baru.
v Kelemahan
Dalam bahasan kekurangan
atau kelemahan ini mungkin bisa kita lihat dalam proses belajarnya dimana peran
guru sebagai pendidik sepertinya kurang begitu mendukung.
2.5 Mengimplementasikan
Teori Konstruktivisme Pada Pembelajaran
Berdasarkan ciri-ciri
pembelajaran konstruktivisme tersebut di atas, berikut ini dipaparka tentang
penerapan di kelas.
1. Mendorong kemandirian dan inisiatif siswa dalam belajar
Dengan menghargai gagasa-gagasan atau pemikiran siswa serta mendorong siswa berpikir mandiri, berarti guru membantu siswa menemukan identitas intelektual mereka. Para siswa yang merumuskan pertanyaan-pertanyaan dan kemudian menganalisis serta menjawabnya berarti telah mengembangkan tanggung jawab terhadap proses belajar mereka sendiri serta menjadi pemecah masalah (problem solver)
2. Guru mengajukan pertanyaan terbuka dan memberikan kesempatan beberapa waktu kepada siswa untuk merespon
Berfikir reflektif memerlukan waktu yang cukup dan seringkali atas dasar gagasan-gagasan dan komentar orang lain. Cara-cara guru mengajukan pertanyaan dan cara siswa merespon atau menjawabnya akan mendorong siswa mampu membangun keberhasilan dalam melakukan penyelidikan
3. Mendorong siswa berpikir tingkat tinggi
Guru yang menerapkan proses pembelajaran konstruktivisme akan menantang para siswa untuk mampu menjangkau hal-hal yang berada di balik respon-respon faktual yang sederhana. Guru mendorong siswa untuk menghubungkan dan merangkum konsep-konsep melalui analisis, prediksi, justifikasi, dan mempertahankan gagasan-gagasan atau pemikirannya
4. Siswa terlibat secara aktif dalam dialog atau didkusi dengan guru dan siswa lainnya
Dialog dan diskusi yang merupakan interaksi sosial dalam kelas yang bersifat intensif sangat membantu siswa untuk mampu mengubah atau menguatkan gagasan-gagasannya. Jika mereka memiliki kesempatan untuk megemukakan apa yang mereka pikirkan dan mendengarkan gagasan-gagasan orang lain, maka mereka akan mampu membangun pengetahuannya sendiri yang didasarkan atas pemahaman mereka sendiri. Jika mereka merasa aman dan nyaman untuk mengemukakan gagasannya maka dialog yang sangat bermakna akan terjadi di kelas
5. Siswa terlibat dalam pengalaman yang menantang dan mendorong terjadinya diskusi
Jika diberi kesempatan untuk membuat berbagai macam prediksi, seringkali siswa menghasilkan berbagai hipotesis tentang fenomena alam ini. Guru yang menerapkan konstruktivisme dalam belajar memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk menguji hpotesis yang mereka buat, terutama melalu diskusi kelompok dan pengalaman nyata
6. Guru memberika data mentah, sumber-sumber utama, dan materi-materi interaktif
Proses pembelajaran yang menerapkan pendekatan konstruktivisme melibatkan para siswa dalam mengamati dan menganalisis fenomena alam dalam dunia nyata. Kemudian guru membantu para siswa untuk menghasilkan abstraksi atau pemikiran-pemikiran tentang fenomena-fenomena alam tersebut secara bersama-sama.
1. Mendorong kemandirian dan inisiatif siswa dalam belajar
Dengan menghargai gagasa-gagasan atau pemikiran siswa serta mendorong siswa berpikir mandiri, berarti guru membantu siswa menemukan identitas intelektual mereka. Para siswa yang merumuskan pertanyaan-pertanyaan dan kemudian menganalisis serta menjawabnya berarti telah mengembangkan tanggung jawab terhadap proses belajar mereka sendiri serta menjadi pemecah masalah (problem solver)
2. Guru mengajukan pertanyaan terbuka dan memberikan kesempatan beberapa waktu kepada siswa untuk merespon
Berfikir reflektif memerlukan waktu yang cukup dan seringkali atas dasar gagasan-gagasan dan komentar orang lain. Cara-cara guru mengajukan pertanyaan dan cara siswa merespon atau menjawabnya akan mendorong siswa mampu membangun keberhasilan dalam melakukan penyelidikan
3. Mendorong siswa berpikir tingkat tinggi
Guru yang menerapkan proses pembelajaran konstruktivisme akan menantang para siswa untuk mampu menjangkau hal-hal yang berada di balik respon-respon faktual yang sederhana. Guru mendorong siswa untuk menghubungkan dan merangkum konsep-konsep melalui analisis, prediksi, justifikasi, dan mempertahankan gagasan-gagasan atau pemikirannya
4. Siswa terlibat secara aktif dalam dialog atau didkusi dengan guru dan siswa lainnya
Dialog dan diskusi yang merupakan interaksi sosial dalam kelas yang bersifat intensif sangat membantu siswa untuk mampu mengubah atau menguatkan gagasan-gagasannya. Jika mereka memiliki kesempatan untuk megemukakan apa yang mereka pikirkan dan mendengarkan gagasan-gagasan orang lain, maka mereka akan mampu membangun pengetahuannya sendiri yang didasarkan atas pemahaman mereka sendiri. Jika mereka merasa aman dan nyaman untuk mengemukakan gagasannya maka dialog yang sangat bermakna akan terjadi di kelas
5. Siswa terlibat dalam pengalaman yang menantang dan mendorong terjadinya diskusi
Jika diberi kesempatan untuk membuat berbagai macam prediksi, seringkali siswa menghasilkan berbagai hipotesis tentang fenomena alam ini. Guru yang menerapkan konstruktivisme dalam belajar memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk menguji hpotesis yang mereka buat, terutama melalu diskusi kelompok dan pengalaman nyata
6. Guru memberika data mentah, sumber-sumber utama, dan materi-materi interaktif
Proses pembelajaran yang menerapkan pendekatan konstruktivisme melibatkan para siswa dalam mengamati dan menganalisis fenomena alam dalam dunia nyata. Kemudian guru membantu para siswa untuk menghasilkan abstraksi atau pemikiran-pemikiran tentang fenomena-fenomena alam tersebut secara bersama-sama.
Daftar pustaka
Soemanto, Wasty. 1998. Psikologi Pendidikan
Landasan Kerja Pemimpin Pendidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta
Wahab, Rochmad. 1999. Perkembangan dan Belajar
Peserta Didik. DEPDIKNAS
Dalyono. 2009. Psokologi pendidikan. Jakarta:
PT Rineka Cipta
Uno, Hamzah. 2010. Orientasi Baru dalam
Psokologi Pembelajaran. Jakarta: PT Bumi Aksara
Ormrod, Jeanne. 2008. Edisi Ke 6 Psikologi
Pendidikan Membantu Siswa Tumbuh dan Berkembang. Jakarta: Erlangga
Tidak ada komentar:
Posting Komentar